Rabu, 24 November 2010

Dasar Hukum Islam


SYARIAT ISLAM
Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim maupun bukan Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebahagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara'.
Asas Syara'
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara' dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari'at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari'at yang berlaku.
Furu' Syara'
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari'at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima pemerintah setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
TUJUAN DASAR SYARIAH ISLAM
Syariat Islam diturunkan yaitu untuk memberikan kemaslahatan kepada manusia baik cepat maupun lambat secara bersamaan yakni semua permasalahan dan akibat-akibatnya.
Syatibi mengemukakan dalam maqoshid syariah  bahwa tujuan Allah dalam menetapkan hukum, dengan penjelasan bahwa tujuan hukum itu adalah satu, yakni untuk kebaikan dan kesejahteraan (maslahah) umat manusia baik cepat maupun lambat secara bersamaan.
Jadi, tujuan syariat mencakup kemaslahatan dunia dan akhirat. Karenanya beramal shaleh menjadi tuntutan dunia dan kemaslahatannya merupakan buah dari amal, yang hasilnya akan diperoleh di nanti akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”. (Qs. 17:18)
  “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik”. (Qs.17:19).
 Ayat ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh akhirat harus diperolehnya di dunia dengan tuntutan tasyri’. Oleh karenanya orang yang beramal pantas mendapat balasan dari Allah baik di dunia maupun di akhirat.
Tujuan syar’i sebagaimana disebutkan di atas ialah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia baik di dunia dan di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui taklif, yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum yang utama, Al-Qur’an dan hadits. Dalam memujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat, berdasarkan penelitian ahli ushul fiqih, ada lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Seorang mukallaf akan memperoleh kemaslahatan, manakala ia dapat memelihara kelima aspek pokok tersebut, sebaliknya ia akan merasakan adanya mafsadat manakala ia tidak dapat memelihara kelima unsur itu dengan baik.
Adapun yang dijadikan tolak ukur untuk menentukan baik dan buruknya (manfaat dan mafsadatnya) sesuatu yang dilakukan dan yang menjadi tujuan pokok pembinaan hukum itu adalah apa yang menjadi kebutuhan mendasar manusia. Tuntutan kebutuhan bagi manusia bertingkat-tingkat. Secara berurutan, peringkat itu adalah dharuriyyat (primer), hajiyyat (sekumder) dan tahsiniyyat (tersier).
            Yang dimaksud dengan daruriyyat adalah memelihara kebutuhan-kebutuhan yang esensial dengan menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta dengan batas tidak terancam kelima eksistensi itu, kelima eksistensi ini disebut dharuriyyat al-khoms. Kebutuhan dalam kelompok hajiyyat tidak termasuk kebutuhan yang esensial melainkan kebutuhan yang menghindarkan manusia dalam hidupnya. Tidak terpelihara kelompok ini tidak mengancam eksistensi keloma pokok di atas tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan bagi mukallaf. Kelompok ini erat kaitannya dengan rukshoh dalam ibadah dalam ilmu fiqih. Sedangkan dalam kelompok tahsiniyyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan di hadapan Allah sesuai dengan kepatutan.
Mengetahui urutan peringkat mashlahat di atas menjadi penting artinya, apabila dihubungkan dengan skala prioritas penerapannya, ketika kemashlahatan yang satu berbenturan dengan kemashlahatan yang lain. Dalam hal ini tentu peringkat pertama, daruriyyat, harus didahulukan daripada peringkat kedua, hajiyyat, dan peringkat ketiga, tahsiniyyat. Ketentuan ini menunjukkan, bahwa dibenarkan mengabaikan hal-hal yang termasuk dalam peringkat kedua dan ketiga, mnakala kemashlahatan yang masuk peringkat pertama terancam eksistensinya.
Misalnya seseorang diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan untuk memelihara eksistensi jiwanya. Makanan yang dimaksud harus makanan halal. Manakala pada suatu saat ia tidak mendapatkan makanan yang halal, padahal ia akan mati kalau tidak makan, maka dalam kondisi tersebut ia dibolehkan memakan makanan ynag diharamkan, demi menjaga eksistensi jiwanya. Makan, dalam hal ini termasuk menjaga jiwa dalam peringkat daruriyyat;hajiyyat. Jadi harus didahulukan memelihara jiwa dalam peringkat daruriyyathajiyyat. Begitu pula halnya manakala peringkat tahsiniyyathajiyyat, maka peringkat hajiyyat harus didahulukan daripada peringkat tahsiniyyat. Misalnya melaksanakan shalat berjama’ah termasuk peringkat hajiyyat, sedangkan persyaratan adanya imam yang shalih, tidak fasik, termasuk peringkat tahsiniyyat. Jika dalam satu kelompok umat Islam tidak terdapat imam yang memenuhi persyaratan tesebut, maka dibenarkan berimam pada Imam yang fasik, demi menjaga shalat berjama’ah yang bersifat hajiyyat.  sedangkan makanan yang halal termasuk memelihara jiwa dalam peringkat daripada peringkat berbenturan dengan peringkat
Jadi, Allah Swt menetapkan hukum untuk manusia dengan tujuan untuk memperoleh kemaslahatan manusia itu sendiri baik di dunia maupun di akhirat.
Hal lainnya adalah tolak ukur untuk menentukan baik dan buruknya (manfaat dan mafsadatnya) sesuatu yang dilakukan dan yang menjadi tujuan pokok pembinaan hukum itu adalah apa yang menjadi kebutuhan mendasar manusia.

SUMBER HUKUM ISLAM..
Al-Qur'an
sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba' QS 34:28). Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara'. Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia Dalam upaya memahami isi Al Quran dari waktu ke waktu telah berkembang tafsir|tafsiran tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.


Hadits
adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah al-Quran. Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.
Ijtihad
adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.. Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah mahdhah|ibadah tidak bisa diijtihadkan.
Jenis-jenis ijtihad
Ijma'
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

Qiyâs
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
  • Beberapa definisi qiyâs (analogi)
    1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
    2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya.
    3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).

  • Beberapa definisi Istihsân
    1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
    2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya
    3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
    4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
    5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya...
Maslahah murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.
Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.
Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.